A.
DINAMIKA KEHIDUPAN MASYARAKAT
PENAMBANG EMAS DI DESA
HIJRAH, KEC.LAPE LOPOK, KAB. SUMBAWA.
B.
Latar Belakang
Pulau
Sumbawa memiliki beberapa titik batu emas yang terbentang dari ujung barat
hingga timur, salah satunya yaitu “Olat Labaong”. Olat Labaong terletak di
wilayah Desa Hijrah, Kecamatan Lape yang berjarak 2 km dari jalan lintas
Kabupaten Sumbawa – Kabupaten Bima (Dila Mengas, 2010).
Batu
emas di Olat Labaong merupakan kekayaan tersendiri bagi masyarakat di Pulau
Sumbawa, namun kekayaan tersebut tidak akan bermanfaat apabila masyarakat hanya berbangga saja tanpa bertindak untuk
menjaga dan melestarikannya. Penemuan batu emas di Olat Labaong telah berhasil memunculkan paradigma
baru di kalangan masyarakat sumbawa. Beberapa tahun sebelumya, masyarakat selalu
ramai membicarakan berbagai kendala dalam bidang pertanian seperti pupuk
langka, pembajakan truk pengangkut pupuk, demonstrasi petani, air irigasi yang
tidak bisa diharapkan dan tindakan lainnya yang merugikan petani. Masyarakat
sumbawa terkadang resah terhadap mata pencahariannya sebagai petani, mereka
menghawatirkan musim paceklik yang berakibat gagal panen. Namun sejak
kemunculan Olat labaong, hal itu mulai jarang terdengar, karena Labaong hadir
bak dewi penyelamat ekonomi bagi sebagian masyarakat sumbawa. Mata pencaharian
mereka beralih menjadi penambang batu emas (Putu Adnyana, 2011).
Aktifitas
penambangan emas rakyat memang menjanjikan, tetapi juga meresahkan. Penambangan
emas dilakuan secara tradisional, akibatnya tidak sedikit tubuh manusia yang
tertimbun tanah ketika menggali batu emas. Jika dibiarkan, maka akan muncul
musibah lainnya seperti kriminalitas, kesenjangan sosial, masalah kesehatan dan
kerusakan lingkungan yang tidak bisa diremehkan.
Mengingat besarnya pengaruh Olat Labaong
terhadap masyarakat sumbawa, penulis tertarik untuk menelusuri dinamika
kehidupan masyarakat penambang emas di desa Hijrah, Kecamatan Lape Lopok,
Kabupaten Sumbawa pada tahun 2011.
C.
Alasan
Memilih Judul
1. Alasan Obyektif
Penelusuran sejarah desa Hijrah
merupakan topik yang menarik untuk ditulis. Di
desa Hijrah terdapat Olat labaong, yang bukan hanya sebagai tempat
penambang rakyat,
malainkan memberikan deskripsi sebuah dinamika kehidupan sosial bermasyarakat, dan warisan
nenek moyang yang sarat
dengan nilai - nilai luhur yang
perlu dikembangkan,
sehingga dapat menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam membahas dinamika kehidupan
masyarakat desa Hijrah, tentu tidak lepas dari sejarahnya. Sehingga
kenyataannya sejarah dapat bermakna ketika dapat dipahami oleh masing – masing
komunitas/masyarakat sendiri. Sehingga dinamika sejarah dapat dipelajari dan
dilestarikan oleh generasi penerusnya ataupun orang lain yang berminat.
2. Alasan Subyektif
Ketertarikan peneliti terhadap topik penambangan emas di desa
Hijrah dan dinamika kehidupan masyarakatnya, sebenarnya telah ada sejak
ditemukannaya batu emas pertama kali. Daya tariknya terletak pada perubahan paradigma yang terjadi di masyarakat
sumbawa yang mengubah mata pencaharian,
bahkan rela kehilangan nyawa demi sebongkah batu emas. Selain itu, didukung
pula dengan berkembangnya cerita rakyat
tentang olat labaong, yang muncul setelah tempat tersebut telah dieksploitasi
besar – besaran oleh penduduk.
Cerita labaong adalah cerita rakyat
yang terdapat di daerah Labaong Desa Hijrah Kecamatan Lape Lopok Kabupaten
Sumbawa. Cerita tersebut masih terdengar dari masyarakat setempat, khususnya
dari para petuah dan keturunan para
tokoh yang terdapat dalam cerita tersebut.
Cerita rakyat tersebut terungkap
setelah terjadi pertambangan emas tanpa
ijin (PETI). Pertambangan tanpa izin
diawali oleh keberadaan para penambang tradisional kemudian berkembang karena
adanya faktor kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha. Kegiatan pertambang tanpa
izin yang tidak mengikuti kaidah pertambangan yang benar, telah mengakibatkan kerusakan
lingkungan, pemborosan sumber daya mineral dan kecelakaan tambang. Di samping
itu, pertambangan tanpa izin tidak hanya menyebabkan
potensi penerimaan negara bergurang, tetapi juga negara/pemerintah harus
mengeluarkan dana yang besar untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. Hal - hal yang
dicermati adalah pertambangan tanpa izin
identik dengan hal - hal negatif. Dengan berbagai alasan tersebut, penulis terdorong untuk
mengetahui secara langsung seberapa jauh dampak pertambangan rakyat tanpa izin
di olat labaong, terhadap penduduk desa hijrah dan masyarakat pulau sumbawa.
Faktor pendorong lainya yaitu penulis sebagai putra daerah
merasa berkewajibaan untuk melestarikan kekayaan budaya yang ada di daerahnya
sendiri karena merupakan warisan nenek moyang.
Terdorong oleh kenyataan itulah, maka melalui kesempatan ini
peneliti menyumbangkan karya tulisnya melalui skripsi yang berjudul “Dinamika
Kehidupan Masyarakat Penambang Emas Di Desa Hijrah, Kec.Lape
Lopok, Kab. Sumbawa” .
D.
Batasan Judul
Agar
judul tersebut tidak menimbulkan multifungsi, maka kata – kata pembentuknya
dibatasi maknanya sebagai berikut:
a. Paradigma adalah cara pandang
seseorang terhadap lingkungannya yang dapat mempengaruhi cara berfikir, bersikap
dan bertingkah laku. Arti lainnya yaitu seperangkat asumsi, konsep, nilai dan
praktik yang diterapkan dalam memandang realita pada sebuah komunitas yang sama
khususnya dalam disiplin intelektual.
b. Mata Pencaharian adalah pekerjaan
atau pencaharian utama (yang dikerjakan untuk biaya hidup sehari – hari )
c. Cerita Rakyat ialah kekayaan budaya
yang mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal usul suatu
tempat yang dapat berfungsi sebagai hiburan dan suri tauladan terutama yang
mengandung nilai – nilai moral.
d. Tokoh merupakan orang yang penting
dalam masyarakat.
e. Masyarakat adalah sejumlah manusia
yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
f. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) adalah
usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang
atau perusahaan yayasan yang berbadan hukum, namun dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah dan tidak sesuai dengan undang - undangan yang
berlaku.
g. Lingkungan Hidup merupakan pengertian
lingkungan secara umum yang terdiri atas empat unsur yaitu: materi, energi,
ruang dan waktu.
h. Lingkungan Sosial merupakan
lingkungan buatan manusia yang terbagi atas lingkungan ekonomi, politik,
kebudayaan, agama, pendidikan dan seterusnya.
E.
Perumusan Masalah
Dengan munculnya keberadaan batu emas di desa Hijrah, serta penambangan rakyat
batu emas yang tidak terkontrol. Penulis termotivasi untuk menelusuri dinamika
kehidupan masyarakat desa Hijrah yang dianggap sebagai kekayaan daerah Sumbawa
dan perlu dilestarikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan
masalahnya yaitu:
a.
Bagaimanakah
sejarah terbentuknya masyarakat desa Hijrah ?.
b.
Bagaimanakah
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Hijrah?.
c.
nilai
sosial budaya apa saja yang terkandung dalam peristiwa penambangan emas di desa
Hijrah?.
F.Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penulis membuat proposal ini
adalah:
1.
Menjelaskan
sejarah terbentuknya masyarakat desa Hijrah.
2.
Menjelaskan
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat desa Hijrah.
3.
Menjelaskan
nilai sosial budaya yang terkandung dalam peristiwa penambangan emas di desa
Hijrah.
G.
Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui sejarah terbentuknya
masyarakat desa Hijrah, kecamatan
Lape Lopok, kabupaten
Sumbawa.
2. Mengetahui pengaruh penambangan emas
terhadap nilai sosial budaya, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat desa Hijrah.
3. Dapat mengembangkan ilmu sastra
khususnya dalam bidang cerita rakyat yang merupakan aset budaya daerah Sumbawa
4. Penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi motivasi hidup yang cukup berarti dalam pelestarian
lingkungan masyarakat sumbawa.
1. KAJIAN TEORI
1.
Sekilas Tentang Olat Labaong Di Desa
Hijrah
Membahas tentang
sejarah desa Hijrah dan
cerita rakyat “Olat Labaong”, tidak lepas dari sastra daerah yang merupakan
modal untuk memperkaya sastra Indonesia. Sastra memiliki nilai budaya yang
tercermin dalam perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan. Sastra
terbagi atas dua bagian yaitu: sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan
disampaikan dari mulut ke mulut, berisi warisan cerita nenek moyang yang berisi
nilai - nilai luhur dan perlu dikembangkan misalnya: mitos, legenda, dongeng,
foklor, dll. Sastra tulisan disampaikan melalui tulisan, telah dibukukan dan
dibaca oleh publik. Sastra tulisan berasal dari sastra lisan. Telah banyak
sastra lisan yang dibukukan, tetapi masih banyak juga yang belum dibukukan.
Usaha untuk mengungkapkan dan memaparkan karya sastra yaitu dengan penelusuran
terhadap unsur kebudayaan (Raihani, 2010)
Cerita
rakyat “Olat Labaong dan sejarah terbentuknya masyarakat desa Hijrah” termasuk
sastra lisan (folklor) yang belum dibukukan, namum masih terpelihara di
kalangan masyarakat desa Hijrah. Folklor.merupakan
sebagian dari kebudayaan, bersifat kolektif yang tersebar dan diwariskan secara
turun temurun, berupa cerita tradisional dalam versi yang berbeda – beda, baik
dalam bentuk lisan maupun disertai contoh isyarat atau alat bantu (James
Danandjaja, 1984 :2 )
Cerita
Rakyat Olat labaong sangat populer di wilayah Kecamatan Lape Lopok Kabupaten
Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat. Hal ini karena lokasi tersebut merupakan
sumber batu emas. Istilah Labaong, diambil dari istilah “Lala Baong” yang
merupakan nama seorang putri. Menurut cerita, putri tersebut telah mengasingkan
dirinya di sebuah “Olat” (pegunungan) hingga akhirnya meninggal dunia. Makam
putri tersebutlah yang diduga merupakan sumber batu emas. Kisah ini hanya
sekilas saja, karena penelusuran tentang cerita rakyat “Olat labaong” belum
pernah dilakukan sebelummya. Namun tragedi yang terjadi di Olat tersebut cukup
menyirat perhatian pemerintah daerah Sumbawa karena telah memakan banyak korban
jiwa.
2. Dampak Perubahan Lingkungan Hidup Terhadap Lingkungan Sosial Masyarakat
Pertambangan tanpa izin di desa Hijrah telah mengubah lingkungan hidup dan lingkungan sosial masyarakat pulau
Sumbawa. Lingkungan sosial terbagi atas lingkungan ekonomi, politik,
kebudayaan, agama, pendidikan dan seterusnya. Lingkungan dalam arti luas
dikenal sebagai lingkungan hidup (alam) (Nurdien, 1982).
Dalam hubungannya dengan kelestarian umat, lingkungan hidup
terdiri atas empat unsur yaitu: materi, energi, ruang dan waktu. Unsur materi
dan energi berhubungan dengan sumber kebutuhan jasmani manusia dan dua unsur
terakhir berhubungan dengan prilaku manusia. Sehingga semakin padat penduduk
makin berartilah ruang dan waktu. Hal ini mempengaruhi sukses atau gagalnya
perjuangan hidup manusia (Nurdien, 1982).
Goldschmitht dalam pendekatan ekologisnya menulis
“perkembangan struktur sosial dan karya cultural manusia merupakan akibat
lanjut dari adaptasi manusia kepada yang baru yang dilatarbelakangi oleh
perubahan lingkungan dan perkembangan teknologi. Perubahan lingkungan telah
merubah semboyan masyarakat dalam melihat ke masa depan. Mereka yang dahulunya
berkata “lambat asal selamat, tak lari gunung dikejar”, menjadi “tidak cepat,
tidak dapat karena waktu adalah uang”. Sehingga adaptasi manusia terhadap
lingkungannya dapat beraspek fisik ataupun moral seperti budaya, gagasan dan
prinsip (Nurdien, 1982).
3.
Dampak Kemajuan Ekonomi Terhadap
Kehidupan Sosial
Kemunculan
batu emas di desa Hijrah bak dewi penyelamat ekonomi bagi sebagian masyarakat
Pulau Sumbawa. Mata pencaharian mereka beralih dari petani menjadi penambang
batu emas (Putu Adnyana, 2011).
Istilah
ekonomi, erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu situasi,
kedudukan dari eksistensi manusia yang mencakup kondisi dan sarana, bersifat
statis dan pasif. Perlawanan terhdap kemiskinan merujuk kepada tindakan
manusia, perjuangan manusia yang lebih dinamis mengarah pada upaya mereka untuk
memperbaiki kondisi hidup mereka yang merupakan inti kebudayaan. Kemiskinan
bukanlah sekedar ketidakpunyaan melainkan ketidakmampuan yang berkaitan dengan
kekayaan, ketidakmerataan dan ketidakadilan. Kemiskinan dapat menciptakan
perubahan pola – pola prilaku dan perubahan norma lama menjadi norma baru,
sehingga menimbulkan dampak ke segala bidang atau dikenal dengan perubahan
sosial. Beberapa dampak perubahan sosial yaitu (Nurdien 1982):
a. Terganggunya keseimbangan antara
kesatuan – kesatuan sosial dan masyarakat.
b. Renggangnya hubungan kekeluargaan
dalam masyarakat.
Hubungan
kekeluargaan mengajarkan kasih sayang, kebebasan, kepatuhan dan kesediaan
berkorban. Ciri – ciri ikatan kekeluargaan tersebut biasanya berdasarkan
tradisi dan adat istiadat yang kuat, biasanya dijumpai dalam kehidupan
masyarakat praindustri, sedangkan dalam kehidupan masyarakat yang lebih
kompleks, nilai – nilai yang terkandung dalam ikatan kekeluargaan tersebut
semakin berkurang (Nurdin, 1982).
Kemiskinan
muncul sebagai akibat dari keterbatasan lapangan pekerjaan atau kurangnya
kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian/keterampilan masyarakat
bawah. Kemiskinan muncul dalam berbagai jenis yaitu miskin secara ekonomi,
pengetahuan dan keterampilan.
I.
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan proposal
ini, penulis menggunakan metode yang sesuai dengan pembahasan permasalahan,
adalah:
1. Observasi Pendahuluan
Sebelum dilakukan
penelitian lapangan, akan dilakukan observasi pendahuluan berkaitan dengan
obyek. Observasi dalam pengertian sempit adalah mengamati dan mendengarkan
prilaku orang lain seiring waktu tanpa manipulasi atau mengontrolnya, dan
mencatat temuannya dengan berbagai cara yang memungkinkan untuk dilakukan
(Mudjijono,2003:86).
Metode dasar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif yaitu penelitian yang
berusaha untuk memberikan pemecahan masalah yang ada pada cerita berdasarkan
data-data. Metode ini menyajikan dan menganalisis data yang diperoleh dari
informasi. Pada penelitian ini penulis mendeskripsikan sejarah desa Hijrah dan
dinamika kehidupan masyarakat desa Hijrah baik sosial maupun ekonoml.
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2012.
2.
Lokasi Penelitian.
Penelusuran terhadap
dinamika kehidupan masyarakat Hijrah dilakukan pada masyarakat Sumbawa,
khususnya penduduk desa Hijrah. Jadi salah satu lokasi penelitian yaitu Desa
Hijrah yang terdapat di Kecamatan Lape Lopok, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
3. Sumber Data
Adapun sumber data dalam
penelitian historis ini dapat berupa manusia dengan segala aktivitasnya,
peristiwa lampau, dokumen dan benda – benda sebagai instrumen penelitian. Oleh
karena itu, sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
a. Informan: untuk memperoleh data informasi lengkap, menyeluruh dan mendalam.
Maka diadakan wawancara mendalam pada sejumlah informan yang dianggap
mengetahui dan memahami hal yang berkaiatan dengan permasalahan penelitian ini,
seperti salah satu keluarga korban yang tertimbun oleh tanah akibat
pertambangan emas tanpa izin (liar). Sehinnga diperoleh cerita yang sebenarnya.
b. Arsip atau dokumen: yang berupa arsip – arsip di kabupaten Sumbawa,
catatan pribadi, foto – foto, dll.
c. Tempat dan peristiwa: meliputi tempat dan juga proses penambangan
tanpa izin oleh rakyat.
4. Metode Pengumpulan data
Adapun metode pengumpulan
data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini, adalah:
a. Metode observasi adalah
metode yang mengharuskan penulis untuk turun kelapangan melakukan pengamatan
terhadap objek penelitian.
b. Metode wawancara adalah
suatu metode dimana penulis melakukan sebuah wawancara terhadap informan yang
dianggap dapat memberikan informasi atau data - data yang mendukung keabsahan
cerita yang akan diteliti dengan menggunakan dua macam teknik yaitu.
- teknik Rekam: yaitu
dengan menggunkan tape recorder.
- teknik catat: yaitu
mencata semua keterangan yang berisi cerita dari para informan dengan
menggunakan buku tulis dan pulpen.
c. Metode kepustakaan yaitu:
metode yang mengharuskan penulis mencari bahan - bahan referensi buku yang
berkaitan dengan pokok penelitian data sekunder penulis.
5.
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan
dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode deskriptif yang didasarkan
pada unsur - unsur intrinsik. Dengan langkah - langkah yang dilakukan penulis
dalam menganalisis cerita adalah:
a.Menuliskan data yang
diperoleh dari lapangan yaitu berupa sinopsis cerita tersebut.
b.
Mendeskripsikan isi cerita yang merupakan unsur intrinsik sebagai
tumpuan analisis dalam mengkaji nilai - nilai sosiologis dalam cerita.
6.
Histografi
Selanjutnya setelah langkah demi langkah seperti penentuan subyek
penelitian, pencaharian sumber, kritik sumber, dan interpretasi sumber, maka
langkah terakhir yang dilakukan ialah menuliskan fakta sejarah menjadi sebuah
kisah selaras dan menarik.
Menurut Gerdiner, fakta sejarah merupakan keterangan baik itu
lisan, tertulis, atau berupa benda – benda peninggalan sejarah setelah disaring
dan diuji dengan kritik sejarah dan lokasi penelitian.
J.
Kerangka Isi
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB1 PENDAHULUAN
A. Judul
B. Latar belakang masalah
C. Alasan pemilihan judul
D. Batasan judul
E. Perumusan masalah
F. Tujuan penelitian
G. Manfaat penelitian
H. Kajian teori dan penelitian terdahulu
I. Metode penelitian
J. Historiografi
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Geografi desa hijrah kecamatan lape
lopok kabupaten sumbawa
desa Hijrah Kec. Lape dan
Desa Langam Kec. Lopok Kabupaten Sumbawa. Lokasi tersebut berjarak 42 km dari
Kota Sumbawa besar kearah timur melalui jalan negara Sumbawa Besar - Bima,
selanjutnya melalui jalan tanah kearah utara berjarak 1 – 1,5 km dengan akses
jalan menuju lokasi melalui 3 (tiga) jalur yakni jalan di desa Langam, jalan di
desa hijrah dan jalan di desa Labuhan Kuris. Aktivitas Penambangan dibagi 2
(dua) jenis yakni penambangan dengan metode tambang bawah tanah
(gophering/coyoting) membuat lubang dan penambangan bongkah dengan tambang
terbuka yang lokasinya berpindah-pindah. Akibat dari penggalian ini semua telah
terjadi perubahan permukaan tanah (bukit) menjadi berlubang-lubang dan terjadi
tumpukan tanah dimana-mana akibat dari penggalian yang tidak teratur dan tidak
sesuai dengan teknik penambangan yang benar.
Selain aktifitas penggalian juga sudah ditemukan pengolahan bijih emas pada daerah sekitar penambangan sampai dipinggir jalan Negara terdapat unit-unit gelondongan. Jumlah gelondongan sampai saat ini belum terdata secara tepat karena tersebar di beberapa desa dan kecamatan, perkiraan 400 hingga 500 unit gelondongan. Penempatan unit gelondongan di pingggir sungai, saluaran irigasi, halaman rumah dan pinggir jalan. Kegiatan penggelondongan yang dilakukan di sekitar Kecamatan Lopok dilakukan pada tempat-tempat yang dekat dengan sungai mapun kolam-kolam, tujuannya karena untuk memudahkan pengambilan dan pembuangan air hasil penggelondongan yang sebagian besar tanapa melalui pengolahan. Penggelondongan diawali dengan cara memperkecil ukuran batu hasil penggalian sebelum dimasukkan ke dalam tangki gelondongan, selanjutnya setelah ukurannya cukup halus baru dimasukkan ke dalam tangki gelondongan yang diameternya bervariasi dan di dalamnya terdapat besi selinder yang fungsinya menghaluskan batuan pada saat gelondong diputar. Setelah beberapa jam diputar dan batuannya sudah dianggap cukup halus, kemudian dimasukkan air raksa ke dalam tangki gelondongan dan kemudian diputar kembali sampai diperkirakan cukup merata dan air raksanya dapat mengikat emas membentuk amalgam. Selanjutnya batuan hasil penggelondongan yang telah dicampur air raksa disaring, sisa penyaringan berupa air dibuang langsung ke sungai atau kolam-kolam tanpa melalui pengolahan sedangkan sisa saringan berupa pasir halus (puyak) disimpan dalam karung untuk diproses ulang atau dijual ke pembali lain. Endapan emas yang telah diikat oleh air raksa selanjutnya disimpan untuk diproses menjadi emas murni.
Kegiatan peleburan emas yang terjadi di Kecamatan Lopok langsung dilakukan di beberapa tempat (Toko/Kios) yang dilengkapi dengan alat pelebur amalgam (emas yg diikat oleh air raksa), timbangan, dan uang kontan untuk membayar emas yang dilebur di tempat tersebut dan langsung dijual oleh penambang bersangkutan ke toko/kios yang bersangkutan. Dari hasil pantauan dan wawancara dengan penambang maupun pembelinya (pemilik Toko/Kios), diperoleh angka penjualan minimal dalam satu hari sekitar 1 milyar rupiah.
Selain aktifitas penggalian juga sudah ditemukan pengolahan bijih emas pada daerah sekitar penambangan sampai dipinggir jalan Negara terdapat unit-unit gelondongan. Jumlah gelondongan sampai saat ini belum terdata secara tepat karena tersebar di beberapa desa dan kecamatan, perkiraan 400 hingga 500 unit gelondongan. Penempatan unit gelondongan di pingggir sungai, saluaran irigasi, halaman rumah dan pinggir jalan. Kegiatan penggelondongan yang dilakukan di sekitar Kecamatan Lopok dilakukan pada tempat-tempat yang dekat dengan sungai mapun kolam-kolam, tujuannya karena untuk memudahkan pengambilan dan pembuangan air hasil penggelondongan yang sebagian besar tanapa melalui pengolahan. Penggelondongan diawali dengan cara memperkecil ukuran batu hasil penggalian sebelum dimasukkan ke dalam tangki gelondongan, selanjutnya setelah ukurannya cukup halus baru dimasukkan ke dalam tangki gelondongan yang diameternya bervariasi dan di dalamnya terdapat besi selinder yang fungsinya menghaluskan batuan pada saat gelondong diputar. Setelah beberapa jam diputar dan batuannya sudah dianggap cukup halus, kemudian dimasukkan air raksa ke dalam tangki gelondongan dan kemudian diputar kembali sampai diperkirakan cukup merata dan air raksanya dapat mengikat emas membentuk amalgam. Selanjutnya batuan hasil penggelondongan yang telah dicampur air raksa disaring, sisa penyaringan berupa air dibuang langsung ke sungai atau kolam-kolam tanpa melalui pengolahan sedangkan sisa saringan berupa pasir halus (puyak) disimpan dalam karung untuk diproses ulang atau dijual ke pembali lain. Endapan emas yang telah diikat oleh air raksa selanjutnya disimpan untuk diproses menjadi emas murni.
Kegiatan peleburan emas yang terjadi di Kecamatan Lopok langsung dilakukan di beberapa tempat (Toko/Kios) yang dilengkapi dengan alat pelebur amalgam (emas yg diikat oleh air raksa), timbangan, dan uang kontan untuk membayar emas yang dilebur di tempat tersebut dan langsung dijual oleh penambang bersangkutan ke toko/kios yang bersangkutan. Dari hasil pantauan dan wawancara dengan penambang maupun pembelinya (pemilik Toko/Kios), diperoleh angka penjualan minimal dalam satu hari sekitar 1 milyar rupiah.
Kecamatan Lape adalah salah
satu Kecamatan di Wilayah Kabupaten
Sumbawa yang terletak di
belahan timur Kabupaten Sumbawa dengan luas
wilayah 204,23 Km2
dengan jumlah penduduk hingga keadaan akhir
Desember 2008 berjumlah
15.815 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak 15.815 jiwa dan luas wilayah
204,23 km2
maka tingkat kepadatan penduduk di
Kecamatan Lape mencapai 77
jiwa perkilometer persegi.
Secara administratif hingga
Desember 2008 wilayah Kecamatan Lape
terbagi dalam 4 desa yakni
Desa Lape, Dete, Hijrah dan Labuan Kuris. Dari
empat desa yang ada secara
geografis hanya satu desa pantai yaitu desa
Labuan Kuris dengan luas
wilayah mencapai 67,71 % dari luas kecamatan
dan termasuk dalam desa
swakarya. Di kecamatan ini ada tiga desa yang
sudah berklasifikasi desa
swasembada, sedangkan yang lain masih desa
swakarya.
Untuk menunjang kelancaran
kegiatan administrasi serta menjaga
keamanan dan ketertiban di
wilayah Kecamatan Lape, diperlukan dukungan
aparatur pemerintahan yang
memadai. Pada tahun 2008 aparat desa di
Kecamatan Lape sebanyak 28
orang dan kepala dusun sebanyak 17 orang.
Selain itu adanya dukungan
anggota Linmas sebanyak 31 orang di tiap-tiap
desa sangat penting untuk
menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah
Kecamatan Lape.
BAB III LATAR BELAKANG SEJARAH DESA HIJRAH
A. Sejarah terbentuknya masyarakat desa
Hijrah
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA
NOMOR
10 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN DESA HIJRAH DI KECAMATAN
LAPE
I. UMUM
Desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum, memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah
Kabupaten, sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa diharapkan dapat
mempercepat timbulnya prakarsa dan kreatifitas masyarakat serta mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber
daya dan fasilitas yang tersedia.
Dengan telah ditingkatkannya
status desa persiapan menjadi desa difinitif maka diharapkan dapat segera
terwujudnya Desa yang mandiri sesuai dengan semangat Otonomi Daerah berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga
pelayanan kepada masyarakat yang prima dapat segera terwujud.
A. Peristiwa penambangan batu emas di Olat Labaong
Labaong adalah nama sebuah bukit/gunung yang terletak
diantara kecamatan lape dan lopok bagian utara Kabupaten Sumbawa Nusa Tengara
Barat. Gunung labaong juga dikelilingi oleh ladang, sawah, pusat peternakan
rakyat ( lar badi ) dan pemukiman warga hijrah.
Dalam beberapa bulan terakhir Labaong
menjadi pusat penambangan emas oleh barbagai kalangan. Lokasi tersebut
dijadikan pusat tambang liar berawal dari sebuah pengakuan irasional dan mistis
salah seorang warga didesa Hijrah, yang kemudian mengawali penambangan dengan
sembunyi2 dan hanya sendiri. Menurut pengakuan orang yang dimaksud, dia telah
memperoleh keuntungan sekitar 1 M, kemudian berita labaong mangandung emas
tersebar sampai keseluruh sumbawa bahkan NTB dan Jawa. Seiring dengan
tersebarnya potensi labaong , berbondong2 manusia dari berbagai kalangan mulai
dari sang buruh, petani, PNS, Politisi, Polisi , TNI dan berbagai macam warna
manusia mendatangi labaong untuk menjadi penambang.
Tehnis Penambangan dan penggalian lubang dilabaong dilakukan dengan sembrawut
dan tanpa bekal pengaman apapun untuk penambang, alat yang digunakan oleh
penambang cuma berupa masker, lampu senter, palu, betel dan karung. Sementara
kedalaman lubang yang digali menacapai 7-20 m, didinding lubang penambang
membuat lorong tikus yang mengikuti jalur urat batu yang dianggap mengandung
emas. Sedangkan diameter mulut lubang sekitar 1 m dan didasar lubang penambang
tanpa sadar membuat ruangan yang makin besar karena dinding lubang dikikis karena
dianggap mengandung emas.
Jumlah lubang yang dibuat disekitar gunung labaong mencapai ratusan lubang
dengan pola penggalian yang sama, sehingga gunung labaong memiliki ratusan
lorong tikus didalam perut gunung. Dalam setiap lubang, penambang yang masuk
sekitar 6 – 30 orang di setiap lubang. Pada minggu2 awal labaong tidak
mengambil tumbal namun seiring dengan keserakahan para penambang hingga batu2
penyangga dalam lubang yang dianggap mengandung emas juga ikut diembat oleh
para penambang hingga menyebabkan batu yang menjadi atap didalam lorong tikus
menjadi keropos, ditambah lagi dengan kondisi lorong yang sama dan bertingkat2
disekitar perut gunung dan jumlah beban berat manusia yang mencapai 7000-an
dipermukaan gunung ( belum termasuk berat dosa manusia ) sehingga menyebabkan
gunung tersebut setiap hari mengalami longsor, yang setiap longsor selalu
menelan korban jiwa.
Emas yang diperoleh dilabaong oleh para penambang juga cukup menggiurkan. Dari
perkarung batu yang mengandung emas, para penambang mendapat emas dari 3 – 80
gram dan ada juga penambang yang tidak mendapatkan apa2.
B. Perubahan nilai sosial budaya dalam
kehidupan masyarakat desa Hijrah.
Potensi diLabaong mengakibatkan munculnya
eksistensi para masyarakat secara bebas tanpa nilai, seperti :
a. Munculnya eksistensi para preman dan
jawara2 kampung untuk mendapatkan keuntungan dengan cara mereka sendiri dan
bebas nilai. Hal itu dinplementasikan dengan cara membentuk sebuah organisasi
liar disekitar labaong yang mengklaim diri sebagai panitia tambang. Para
panitia tambang ini memiliki peran seperti :
1. Menjual
tiket masuk di gerbang lokasi dengan harga tiket Rp. 5000 – Rp.10.000/ motor,
2. Menarik
biaya parkir kendaraan disekitar lereng labaong,
3. Melakukan
jual beli lubang kepada masyarakat dan para pengusaha yang ingin memonopoli 1
lubang dengan harga Rp.300.000-Rp.2 juta/lubang.
4. Menguasai 1 lubang
dengan menggunakan jasa para pendatang dari tasik dan sekotong sebagai penggali
lubang.
b.
Munculnya
reaksi para masyarakat dari berbagai kalangan khususnya para petani untuk
beralih profesi menjadi penambang dan memilih meninggalkan ternak dan sawahnya
sehingga padi dan palawija yang siap panen ditinggalkan, karena menurut mereka
“dengan menambang kita bisa dapat sampai 3 juta / perhari, sedangkan dengan
mengurus sawah dan ternak belum tentu mendapat keuntungan sebesar itu sepanjang
tahun. Kecamatan Lape dan Lopok yang tahun2 sebelumhya menjadi salah satu
lumbung beras Sumbawa, sekarang harus melepaskan prestasi tersebut karena
beberapa alasan yang muncul kemudian karena labaong yakni,
- Ribuan Hektar Sawah dikecamatan tersebut,
ditinggalkan oleh pemilik dan penggarapnya sehingga tanaman padi dll rusak
begitu saja dan dimakan burung. Bahkan sebagian petani dikecamatan lainpun
ikut2an.
- Para pengusaha2 lokal yang menampung dan
membeli hasil pertanian di Kecamatan Lape dan Lopok harus menutup usahanya
karena tidak lagi memiliki pekerja dan tak ada lagi petani yang menjual gabah
dan hasil bumi lainnya.
d. Aktivitas tambang yang super liar
menyebabkan menjamurnya para pengusaha yang memisahkan emas dari batu yang
lazim disebut “mesin gelondong” untuk beroperasi di Tana Samawa dengan liar
pula. Limbah gelondong yang tercampur dengan air raksa ditampung.
BAB IV DAMPAK PENAMBANG RAKYAT TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL MASYARAKAT
A. Dampak kemajuan ekonomi terhadap
kehidupan sosial
Berbicara
mengenai industri pertambangan baik skalar besar maupun sekalar kecil tentunya
akan membawa dampak negatif cukup kompleks yang dirasakan oleh masyarakat,
berbagai realita kita saksikan dan rasakan secara bersama – sama melalui dari
pelanggaran hak asasi manusia, hilangnya sumber – sumber ekonomi masyarakat,
adanya alih profesi masyarakat, meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga, sempitnya
lahan masyarakat, hilangnya budaya lokal masyarakat ( besiru ). Potensial
dampak dampak dari kegiatan pertambangan tanpa ijin lebih spesifiknya masing –
masing sektor tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.1. Lingkungan :
a. Aktifitas
pertambangan yang dilakukan terus menerus akan berpotensial mengurangi mata
air. Saat ini masyarakat sekitar tambang, desa hijrah 1 dan II wilayah olat
labaong mulai mengeluhkan tentang debit air sumur yang berkurang. Untuk
keperluan mencuci harus ke dusun beru desa hijrah.
b. Keberadaan
Mesin – mesin gelondong dan tong di sembarang tempat mengundang ketidak
nyamanan warga. Beberapa mesin di jumpai berada di saluran irigasi, di sekitar
bantaran sungai, di areal persawahan bahkan dekat dengan perkampungan warga.
Dalam proses pengolahan hasil tambang menggunakan berbagai jenis bahan kimia berbahaya. Bahan
kimia tersebut berpotensi akan mencemarkan sumber air yang juga akan berakibat
terhadap kesuburan lahan pertanian dan peternakan. Dengan demikian, akan
berakibat berkurangnya hasil produksi pertanian dan perternakan.
c. Penggunaan
bahan kimia berbahaya juga mengancam timbulnya berbagai jenis penyakit.
Penyakit tersebut bisa di timbulkan dari
sumber air, udara, tanah maupun melalui makanan. Jika perairan sudah
tercemar, maka prosesnya melalui rantai makanan misalnya dengan memakan ikan
yang telah terkontaminasi. Sifat bahan kimia yang berbahaya ini adalah
akumulatif, jadi akan berpotensi akan timbulnya penyakit kulit, gangguan
saluran pernafasan akut, nyeri sendi, sakit kepala serta yang lebih berbahay
adalah penyakit pada perempuan yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan
lain – lain.
2.1.2. Ekonomi
Sebelum
labaong di sesaki penambang, masyarakat sekitar menfaatkan lahanya untuk
menghampar padi gogo dan melepaskan ternaknya. Bukit seluas 27 hektar ini bila
di hitung sekali panen menghasilkan padi gogo seberat 3 ton perhektarnya, kalau
27 hektar maka menghasilkan 81 ton gabah
yang tidak bisa di nikmati oleh masyarakt desa hijrah. Dampak lainya yang
timbul adalah meningkatnya harga sembako di sekitar lokasi pertambangan.
Ancaman pencemaran lingkungan akan
mengakibatkan berkurangnnya produktifitas petani, peternak dan nelayan.
Sehingga akan menimbulkan disharmonisasi dalam kehidupan rumah tangga yang
berpotensi meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga.
2.1.3. Sosial / budaya
Telah terjadi kemerosotan nilai – nilai
tradisional dan bentuk ikatan sosial dalam masyarakat sejak adanya aktifitas
pertambangan ini. Hal ini terungkap ketika melakukan wawancara dengan beberapa
masyarakat di sekitar lokasi tambang yang mengatakan bahwa beberapa kegiatan
sosial tidak berjalan seperti biasanya, masyarakat tiddak lagi saling membantu
karena yang di pikirkannya adalah menggali bebatuan yang mengandung emas. Norma – norma saling
membutuhkan dan ketergantungan di pedesaan mulai menghilang karena masyarakat
yang tadinya tidak mau menambang karna malihat hasil yang di dapatkan oleh
penambang yang datangnya dari luar desa akhirnya mulai ikut melakukan
pengerusakan lingkungannya sendiri sehingga “boat desa” ( kegiatan desa )
ditinggalkan, contohya apabila di desa ada hajatan perkawinan masyarakat
berbondong – bondong mencari kayu bakar
guna keperluan memasak, sehingga kini yang punya hajatan harus mengeluarkan uang
untuk membeli kayu bakar dan keperluan lainnya.
Budaya “Basiru” yang di praktikkan dalam berbagai kegiatan
pertanian maupun kegiatan sosial masyarakat lainnya mulai terancam
keberadaannya karenapa masyarakat sudah mulai menilai waktu mereka dengan uang. Untuk menanam
padi para petani harus mengeluarkan dana yang cukup tinggi dari biasanya.
Karena masyarakat di sekita bukit labaong lebih memilih menggali / memburu mas.
BAB V KESIMPULAN
A. Sejarah Desa Hijrah merupakan karya
sastra lisan yang perlu di telusuri untuk menjaga kelestarian budaya daerah
sumbawa
B. PETI (pertambangan tanpa izin)
identik dengan kekerasan/premanisme, prostitusi dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan pengingkaran terhadap norma-norma agama.
C. Perubahan lingkungan telah merubah
semboyan masyarakat dalam melihat ke masa depan
D. Metode dasar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana,
Putu . 2011. ”Pertambangan Rakyat Labaong Sumbawa Besar” http://putunyana.blogspot.com. Diakses pada hari Sabtu, 24 Maret 2012.
Anonim.
2010. Pertambangan Tanpa Izin. http://www.scribd.com.
Diakses pada hari Kamis, 29 Maret 2012
Mengas,
Dila. 2010. Tambang Emas Rakyat Di
Pulau Sumbawa.
http://tambangemasrakyatsumbawa.wordpress.com. Diakses pada hari Sabtu, 24
Maret 2012.
Nurdien
HK. 1982cBandung: Percetakan Offset Alumni
Raihani.
2010. “Analisis Sosiologis Terhadap Cerita Rakyat Mual Simata Niari”. http://www.repository.usu.ac.id.
Diakses pada hari Kamis, 29 Maret 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar